Linkin Park, Chester Bennington & Saya

Tentunya sebagian besar dari kita sudah mendengar kabar berpulangnya Chester Bennington, seorang provokator, vokalis, narator dan salah satu orang paling berpengaruh pada sebuah band besar bernama Linkin Park. Sayangnya, Chester berpulang dengan cara yang sama dengan sahabatnya Chris Cornell, terlepas dari kontroversi kematiannya, kepopuleran hashtag #RIPChesterBennington telah menunjukkan bahwa  Chester Bennington adalah salah satu musisi paling dicintai di dunia. Dua hal terjadi setelah Chester Bennington wafat, kesadaran bahwa depresi dan suicidal thought itu nyata dan mesra, serta mengapa kalian begitu kehilangan Chester?

Saya tidak mempunyai kapasitas dan kemampuan yang cukup untuk bercerita soal depresi dan dampaknya, yang jelas depresi itu nyata, beberapa orang mengalami lebih berat dari yang lainnya, tapi percayalah, masih banyak sekali alasan untuk tetap bertahan hidup. Saya ingin menulis apa yang saya alami saja, bagaimana seorang Chester Bennington mempengaruhi hidup saya, dan mungkin banyak dari kalian juga merasakan hal yang sama. Ini adalah narasi yang ingin saya nikmati sendiri, kalaupun ada korelasi, syukurlah!

lets go back to 15 years ago

Kalau ada band yang sangat berpengaruh dalam hidup saya , tentulah Linkin Park. Saya yang masih kelas empat SD, tidak pernah menganggap serius musik apa yang berlalu pada telinga atau mata saya. Suatu hari sepulang sekolah, Om saya yang ikut tinggal di rumah membawa kaset baru. HYBRID THEORY, sebuah album yang berbeda dari yang biasa dia dengarkan. Saya yang selalu dicekoki dengan album Dewa 19 dan Guns n Roses, tidak merasa kalau mendengarkan album ini akan membuat saya tertarik. Selain bermain dan menonton kartun, rasanya saya tidak terlalu gandrung pada musik saat itu. Namun kali ini berbeda, Papercut sebagai track pertama langsung membuat bocah kurus kering ini terpukau. Beat di awal yang catchy dengan suara khas vinyl yang dimainkan Joe Hahn, kemudian disambut distorsi gitar bersama permainan kata-kata Mike Shinoda langsung membuat saya excited yet curious, apa lagi selanjutnya? Kemudian masuklah giliran Chester Bennington, suaranya penuh dengan keresahan, kemarahan dan nyaring. Sesuatu hal yang baru di hidup saya, saya merasa kalau band ini “penuh” sekali. Sejak saat itu saya selalu colongan mendengarkan album ini sepulang sekolah, tidak butuh waktu lama sampai saya mengenal semua lagu di album ini, tentunya dengan pelafalan lirik yang ngaco. He’s my favourite vocalist all the time

Crawling in my skin
These wounds they will not heal
Fear is how I fall
Confusing what is real

MTV circa 2001 or 2002, you tell me.  Setiap menonton tv, hal yang saya lakukan adalah menunggu MV ini muncul, ketika terdengar sampling intronya yang khas, saya pasti akan bergegas ke depan televisi dan menyanyikan part Chester, saya selalu suka menyanyi di part Chester, selain mudah dihapal, saya selalu merasa Chester lebih keren daripada Mike, walaupun saya mengidolakan keduanya. Chester sangat dinamis, dia akan tenang di awal dan akan emosional di chorus dan reff, dengan gaya rambut spiky , it was so cool back then aite? dan teknik scream yang tetap nyaman ditelinga, he was so legendary, since the day one, at least for me. Masih teringat setiap saya mandi dan keramas, saya akan membuat spike spike di rambut saya dan menyanyikan semua part Chester dengan jelas, sisanya mumbling di part Mike, karena memang lebih mudah mengingat lirik part Chester haha.

Meteora justru adalah album kedua yang saya dengarkan sebelum Reanimation, ini adalah album terbaik yang membekas buat saya. Saya lebih mudah membahas meteora karena ketika meteora muncul , LP sudah lebih terkenal di pergaulan saya ketimbang saat album Hybrid Theory muncul. Saya merasa saya sudah lebih besar dan sudah mengenal LP dengan baik, sebelum album ini muncul saya mengenal Limp Bizkit atau Eminem, namun setelah album ini muncul dan ada di rumah, saya sepenuhnya larut pada Linkin Park. Saya sudah serius mempelajari lirik-lirik LP di album ini, saya bahkan punya sebuah buku tulis yang khusus saya tempeli semua hal tentang Linkin Park , sebuah kliping. Saya menyalin hampir semua lirik lagu di album Hybrid Theory dan Meteora ke buku itu, bahkan mengartikan setiap kata pada lirik lagu mereka ke dalam bahasa indonesia. Saya belajar makna kias, pelafalan dan kosakata bahasa inggris, lewat lagu mereka. Yes, they’re my childhood heroes too. 

Everything you say to me
Takes me one step closer to the edge
And I’m about to break
I need a little room to breathe
Cause I’m one step closer to the edge
I’m about to break

Suatu hari tengah malam, ketika semua teman saya sudah terlelap karena harus pergi sekolah paginya, saya sudah terbangun karena ada hal penting yang harus dilakukan yaitu menonton televisi. Kala itu Indosiar menyiarkan taping World Tour dari Linkin Park. Saya yang masih sekolah dasar tidak pernah mengenal konser sebelumnya selain konser kampanye pemilu setelah reformasi yang masih saya ingat sekilas. Saya tidak mau ketinggalan, maka dibuatlah rencana tidur lebih cepat dan bangun tengah malam. Mungkin itu adalah konser pertama yang betul-betul saya lihat dari awal hingga akhir dan ikut sing a long di setiap lagunya, dan itulah pertama kalinya saya merasa bahwa punya band itu maha keren. Saya tidak pernah bisa berpaling dari musik, band dan pertunjukkan musik setelah malam itu. It was so magical, i still remember the details, the late midnight, the young me, that old Samsung TV, the first song – One Step Closer, even their haircuts tho.

I wanna heal, I wanna feel what I thought was never real
I wanna let go of the pain I’ve felt so long
(Erase all the pain ’til it’s gone)
I wanna heal, I wanna feel like I’m close to something real
I wanna find something I’ve wanted all along
Somewhere I belong

Well, mostly all the lyrics are dark, sad, emotional and angry. Ada bagian dimana saya tumbuh dengan persoalan hidup dan pubertas yang membuat semuanya somehow terasa penuh tekanan, i was so young, messed up and full of anger. Saya harus berterimakasih pada Linkin Park untuk semua track yang jadi soundtrack masa kecil saya, saya beruntung tidak menyalurkan keresahan dan kemarahan saya selain lewat lirik-lirik lagu Linkin Park dan musik. Yes, i love music that much, shout out for Chester and Mike as the provocateur. 

In the end of this whatever-you-called, saya ingin mensyukuri apa yang terjadi dengan saya, Linkin Park dan Chester Bennington selama ini, saya tidak akan menceritakan album-album setelah Meteora, karena pengaruhnya berbeda ketimbang tiga album pertama mereka untuk saya. I would clearly say that Chester Bennington’s my real childhood hero. Linkin Park will never be the same without him, he will be always remembered as a legend. Thanks for everything Man.

f579b14d629f47e39e582bb2b9a04bff

Linkin Park, Chester Bennington & Saya

Quick Writing : Nglaras

Nglaras (V)/ : Sebuah kegiatan yang dilakukan dengan tidak melakukan apa-apa, hanya duduk-duduk santai tanpa berpikir, seringkali ditemani minuman ringan, penganan ringan, dan hiburan pendukung suasana berupa suara, bisa berupa suara burung peliharaan, percik air kolam depan rumah atau sesederhana musik kesukaan.

Hi! sudah lama sekali rupanya sejak terakhir nulis di blog, it’s been like….. ok skip, well life is okay dan pekerjaan sedang sibuk-sibuknya, karena sibuk jadi mudah jenuh, karena jenuh jadi mudah stress, kalau stress butuh hiburan sayangnya di sini hiburan kurang bos, cara menghibur diri sendiri paling mudah ya menyempatkan waktu untuk nglaras, selo, leyeh-leyeh. Ndak edan bos!

Saya mau berbagi sebagian playlist nglaras selera saya sendiri, semuanya karya lokal sendiri dan enak didengarkan, silahkan disiapkan saja set ritual nglarasnya dengan kuota internetnya :

    1. Eleventwelfth – Your Head as My Favourite Bookstore
    Suka sekali sama yang satu ini, agak telat sih saya, tapi ini enak sekali, agak heran sih kok band ini masih sedikit mendapat atensi. Well buat kalian yang seumuran dengan saya atau lebih tua, yang sempat menikmati era-era nggrantes dengan lagu-lagu emo berkualitas , its a real deal! Emo Revival is coming! Plus, Watch out the lyrics, i told ya!
    Kesedihan yang hqq, yet Kenikmatan yang hqq
    2. Collapse – Given
    Well not much to tell,  just listen to it! i’m drowned to it, glad to find this band for some reason
    3. Indische Party – Waiting For You
    Well it is Indische Party and i want something relaxing, why not?
    4. Pijar – Selatan
    Kangen bukan?
    5. Scaller – Live and Do
    Well they’re just so awesome, every details and everything in it just so fucking good! Well suara Stella ini emang gawat banget! Kalian boleh ragu buat klik yang lain, but this, you wont regret it, not a single fuckin regret. Saya lebih suka versi rekamannya Sounds from the corner, they did better.
    6. Noise ft Laze – Veteran
    Well sometimes we’re mad about our world, daily routines, you name it, don’t get it wrong, yang gini-gini harus dikeluarin biar ga jadi tai pikiran, finally these guys tellin you something, go sing a long with it, you’re welcome!
    Ditulis hampir 20 menit, semoga cukup quick
Quick Writing : Nglaras

MERESTORASI KE(SE)NANGAN : TIGA DARA

Setelah sekian lama tidak menulis untuk dipublis di blog, pagi ini setelah menerima telfon, entah karena sedang senang atau senang banget, rasanya saya jadi kepingin mempublis keisengan di sini. Here we go!

Salah dua hal yang saya senangi di dunia ini adalah film dan barang lawas. Film buat saya adalah salah satu cara piknik paling mudah selain nonton konser, sebagai orang yang visual, film menjadi hiburan visual yang primer untuk saya, karena mudah dan effortless. Barang lawas, apapun, you name it, memang selalu membuat saya tertarik, karena menurut saya ada cerita di masa lalu yang melekat di dalamnya yang membuat valuenya bertambah, dan tidak akan sama lagi seperti saat baru. Masa lalu memang berbahaya bukan kawan (?) LOL

Menikmati kombinasi film dan barang lawas tentu menjadi hal yang owsom!

Belum lama ini ketika sedang di Jakarta, karena hujan deras semalaman, saya jadi berkesempatan menonton sesuatu yang merupakan kombinasi dua hal maut itu,  berjudul Tiga Dara, film lawas karya legenda Usmar Ismail ini direstorasi dengan format 4K oleh SA Studio Films menggandeng Laboratorium L’immagine Ritrovata yang berbasis di Bengkulu Bologna. Film ini memang sudah setahun mengalami proses restorasi ke format digital sehingaa gaungya sudah terdengar sejak lama, terutama ketika mendekati tanggal pemutaran perdananya, beruntung saya tidak terlewat! Oh ya, ini merupakan film kedua Usmar Ismail yang direstorasi setelah Lewat Djam Malam.

Karena jujur belum pernah menonton film ini sebelum direstorasi di media lain, maupun bentuk film remake-nya yang sudah beberapa kali diciptakan oleh Sutradara lain, saya pun tak menaruh ekspektasi apapun untuk film ini. Duduk, menunggu penanyangan dengan iklan komersial film Nia Dinata yang mengadopsi cerita film ini juga, kemudian film dimulai dengan logo PERFINI yang legendaris itu, lalu dimulailah adegan pertama yang menurut saya agak menjebak dan kemudian menjebak saya untuk takjub sampai akhir film plus gelak tawa seluruh isi bioskop malam itu.

Tidak, saya tidak akan bercerita soal cerita film ini.

Sebagai film komedi musikal, Usmar Ismail sukses menampilkan cerita yang sangat menarik dan tidak membosankan karena plotnya walaupun sedikit tertebak namun tetap ngetwist! Karakter tokoh-tokoh yang komikal membuat film ini menjadi apik, dan mudah dicerna, sebanding dengan kebutuhan tontonan di kala itu mungkin. Bapak yang kaku, cuek dan polos. Nenek yang nenek-nenek banget dengan segala kerewelan dan kelicikan ala ala nenek-nenek. Nunung sang anak pertama yang harus menggantikan peran ibu dan membuatnya menjadi kuper dan sensitif. Nana yang kementhel dan sedikit egois karena selalu mencari kesenangan sendiri akibat keluarga yang sibuk. Nenny, yang cheerful dan menurut saya paling dewasa ketimbang kedua kakaknya. Terakhir, Herman dan Toto , sosok-sosok pria pelengkap keruwetan cerita film ini. Oh ya, jangan lupakan juga Jhonny! sosok yang menang banyak dalam film ini.

Adegan yang sempat kaku di awal kemudian berganti menjadi menarik ketika ketiga dara mulai bernyanyi lagu pertama, menarik karena untuk film musikal Indonesia tahun 50-an, nyanyian ala-ala film eropa ini menjadi sajian keren buat saya. Jangan takut kalo film ini akan menjadi film musikal yang berlebihan, Usmar Ismail menyajikan dengan sangat pas dan dijamin kalian akan menikmatinya. Buat saya, lagu Pilih Menantu yang bersetting Nunung sedang berjalan di pertokoan lama Jakarta  ala-ala broadway merupakan yang terbaik. Saya kagum karena semuanya terasa sangat pas dan tidak dilebih-lebihkan. Adegan lagu Tamasya menjadi terbaik kedua karena ada figuran yang nampak mirip seperti Mat Solar yang entah kenapa kocak sekali. Di luar akting tiga dara , saya lebih menyukai akting Bambang Irawan sebagai Herman ketimbang Rendra Karno sebagai Toto karena pasti sangat sulit memerankan pemuda tanggung yang mudah cemburu, sedikit impulsif tapi sok cool itu ketimbang Toto yang diperankan bersikap selayaknya pria jaman dulu lainnya.

Selain akting dan lagu, kekuatan di film ini juga terletak di lawakannya. Lawakan seperti ketika Bapak disuruh mengenalkan kawan kantornya yang masih bujanglah, yang duda pun tak mengapa asalkan anaknya satu saja dan tidak nakallah hingga lawakan surat-surat untuk mengerjai si Toto pun sukses membuat seluruh penonton tertawa hingga akhir film. Menarik karena menurut saya film ini lebih lucu ketimbang film pada masa setelahnya, Orde Baru. Catatan menarik buat saya karena ini mengindikasikan, kondisi politik saat itu dan seberapa besar pengaruhnya pada media.

Oh ya, selain lawakan yang disengaja muncul juga lawakan yang tidak disengaja pada jamannya yang membuat terpingkal kini seperti kalimat ” Ayo kita tamasya ke Cilincing ” yang sukses memunculkan celetukan celetukan penonton cangkeman macem saya seperti ” Ngapain, ngitungin truk sama pabrik?” yang disambut gelak tawa yang lain.

Percayalah film ini merupakan pilihan yang baik untuk merestorasi pikiran anda setelah seminggu beraktivitas. Saran kedua, sebaiknya jika di Jakarta, tonton film ini di Setiabudi One. Murah. Weekend. Tiga Puluh Lima Ribu.

Have a nice Saturday!1000x730_0_0_1000_730_a9eec944449e90e7780683dbd2fd8b82ec4f91fa

 

 

MERESTORASI KE(SE)NANGAN : TIGA DARA

Bajingan Bernama Marshallino

Kalau ada seseorang yang hampir selalu terlihat bersama saya adalah Marshallino Prasetya, lelaki berpenampilan nyeleneh dengan wajah separuh Papua, sepertiga India dan sisanya seperti apa yang disebut dalam judul tulisan ini, bajingan.

Saya mengenal bajingan ini saat kelas satu SMA, satu-satunya orang yang cukup menarik perhatian saya di SMA 2 Yogyakarta awal-awal, SMA yang terkenal karena anaknya yang kalem-kalem dan lebih cenderung berlabel “ndesa” karena memang waktu itu masih mewah alias mepet sawah walaupun sekarang sudah lebih mepet dengan perumahan semacam SMA di bilangan Setiabudi. Marshallino saat itu adalah seorang lelaki jangkung yang masuk ruang BK untuk pertama kalinya bukan karena merokok atau kenakalan caper anak SMA lainnya, cecunguk ini masuk ruang BK karena celananya pensil, berambut mohawk, berjaket penuh keling dan bersepatu converse hitam kumal. Sejak saat itu saya tahu saya akan mudah akrab dengan bocah sialan ini. Ternyata dugaan saya benar, kesukaan yang sama mengenai musik, seni, ideologi punk dan selera humor yang sama membuat kita cepat akrab di sekolah.

Saya masih ingat betul sewaktu kelas X saya pernah bertukar sepatu kanvas butut saya yang literally robek dan ditambal dengan handsaplast, dengan sebuah sepatu adidas superstar putih-hijau, entah itu barang palsu ataupun tidak yang jelas itu merupakan sebuah pertukaran yang bodoh atau memang takdir, yang membuat kemudian kami menjadi akrab di sekolah. Cukup mudah untuk bersenang-senang dengan bocah ini karena kita memang punya interest yang serupa,  konser, gigs, dan bumbu-bumbu lainnya sepertinya adalah yang bisa saya ingat betul saya habiskan bersama bajingan ini dan kawan-kawan lainnya sewaktu SMA.

Lepas SMA , bajingan ini melanjutkan kuliah arsitektur di bilangan kampus di Jl. Kaliurang sana , katanya biar cepet kalo mau pacaran ena-ena tinggal ke Kaliurang candanya, padahal dia telah kandas dari keinginannya berkuliah kedokteran. Saya? saya memutuskan untuk menunda kuliah setelah sakit hati gagal dari 6 kali tes di universitas negeri, percayalah saya mencoba sebanyak itu dan gagal semua. Gagal masuk universitas negeri di SMA saya itu cukup menekan saya dan menjadikan saya cukup minder untuk bergaul dengan kawan-kawan SMA. Saya waktu itu merasa sangat gagal dan labil untuk  berdamai dengan diri saya sendiri, saya bahkan merasa sebaiknya saya menjauhi lingkungan pertemanan SMA padahal jarak rumah begitu dekat dengan tongkrongan anak-anak Smada. Seingat saya cuma dua teman dekat saya yang benar-benar ada untuk saya waktu itu, Agus dan bajingan bernama Marshal ini. Hampir setiap hari dia ke rumah, bahkan ibu saya selalu memasak lebih untuk jaga-jaga kalau dia ke rumah. Entah apapun motifnya, saya selalu senang kalau Marshal ke rumah, dia tidak pernah memperlakukan saya lain dan saya bisa sharing apa saja yang menurut saya menarik. Sampai akhirnya kita mengerjakan proyek jualan bersama karena memang kita butuh uang.

Saya memulai bekerja dengan bocah ini lewat proyek berjualan sepeda fixie di tahun 2010, waktu itu sepupu saya di Tangerang menanyakan bagaimana membeli fixie, kebetulan di Jogja waktu itu belum ada dan di Jakarta sudah terlewat mahal, alhasil saya dan Marshal mengerjakan sepeda fixie dengan membeli rangka sepeda balap bekas kemudian mengecat ulang ,mereparasi dan menambah sparepart. Saya masih ingat saya dan dia musti mengangkut frame setelah dicat dari Seyegan hingga rumah saya menggunakan motor, plus masih menabrak mobil pickup dan kabur setelah pisuh-pisuhan di Jalan Magelang. Hasil dari proyek pertama membuat kami berjualan sepeda fixie yang lain via kaskus, semuanya berjalan sangat lancar hingga akhirnya kami kalah cepat dengan pemain bermodal besar lainnya, modal kami sepertinya habis untuk bersenang-senang. Akhirnya kami berpindah jalur, karena butuh uang akhirnya kami berjualan baju bekas via kaskus, waktu itu berjualan baju bekas cukup menggiurkan karena modal yang diperlukan sedikit dan berjualannya mudah. Singkat cerita bisa dipastikan hampir setiap hari kami hunting awul-awul di sekitaran Jogja, Magelang, Muntilan, bahkan mungkin Temanggung. Saya selalu bisa membayangkan rasa terik siang, bergumul dengan tumpukan pakaian berdebu bahkan bau, menertawakan perilaku orang sekitar supaya tidak bosan dan pulangnya ditutup dengan makan mie ayam, kegiatan yang saya lakukan hingga bosan tapi memang kebutuhan. Apapun kita jual, mau itu baju bekas ataupun sepatu bekas tak masalah, yang penting ada demand kita akan carikan supply. Ketika penjual baju bekas sudah terlalu banyak dan harga pasar sudah terlalu ngawur, kami memutuskan berhenti. Saya yang sudah berkuliah mulai mencari ceruk baru, akhirnya kami jadi biro jasa desain grafis untuk beberapa rekan, berjualan jaket dan polo untuk para adik-adik mahasiswa baru yang sangat bangga masuk kampusnya hingga menjadi mafia tugas OSPEK. Kami memang pernah menjadi mafia tugas OSPEK kampus, ini memang rejeki musiman tapi gurih sekali. Kami cukup menyebar brosur menjanjikan bisa mengerjakan tugas anda sehingga anda bisa tidur pulas tanpa perlu begadang hingga pagi demi dimarahi senior anda esoknya dengan harga yang bersahabat. Terbukti memang banyak mahasiswa malas yang menyerahkan tugasnya pada kami dan kami kerjakan dengan senang hati. Dari sepeda, baju bekas hingga  mafia tugas OSPEK, saya masih berpartner dengan bajingan ini mengerjakan proyek ngaosi.merch dan beberapa proyek yang masih rahasia. Entah kenapa saya juga masih saja berkutat dengan bajingan ini, saya merasa pernah lapar dan kenyang bareng sudah cukup untuk membuat saya percaya jika yang kami lakukan akan berhasil, jika tidak setidaknya pasti akan menyenangkan seperti yang sudah-sudah.
Bajingan ini memang bukan orang yang relijius atau orang yang bisa mengajarkanmu sebagaimana buku-buku menceritakanmu banyak hal. Bajingan ini yang selalu mengajarkan bagaimana bertahan di jalan dan bagaimana menertawakan keseharian dan kesialan yang kita alami, karena memang hidup itu soal menunggu giliran menertawakan atau ditertawakan bukan? Bajingan ini yang menggugah saya untuk terasadar bahwa kami tidak akan menjadi normal dan melawan semuanya sendiri dengan jalan yang kami pilih sendiri. Bajingan ini pula yang sering menamparku lewat obrolan-obrolan dini hari di depan teras rumahku, seperti bagaimana hidup bukan soal sepintar apa kau membuat logika tetapi bagaimana kau mengolah rasa dan melihat lebih jeli. Bajingan ini kadang tidak sebajingan yang kau kira, bajingan ini yang tidak pernah mengeluh karena kau gunakan tenaganya untuk membantumu banyak hal. Tentunya banyak hal bajingan lainnya tentang dirinya, tetapi sesama bajingan dilarang saling mbajing bukan?

Selamat ulang tahun yo ngan!

DSC_0042---Copy---Copy.jpg

Bajingan Bernama Marshallino

Misuh

Salah satu dari rutinitas setiap hari saya itu nonton DOES ( Diary of Erix Soekamti ) via youtube. Youtube memang andalan bagi saya yang jarang sekali nonton televisi, lagipula untuk apa lagi nonton TV, konten TV diambil dari youtube juga. Nah, salah satu channel wajib ain saya itu DOES, karena memang menurut saya konten vlognya Mas Erix ini lebih bagus ketimbang vlog-vlog lokal lainnya. Jangan salah, saya juga mengikuti vlog-vlog youtubers lainnya tapi saya merasa ndak dapet apa-apa , tidak seperti konten Mas Erix yang selalu ada tema yang bisa kita curi insightnya. Memang terbukti top kok, viewersnya aja per episode bisa belasan ribu dalam sebulan, bahkan lebih. Hasil dari youtube ads-nya ndak usah ditanya, ketok marai kemecer lah pokoke.

Salah satu episode favorit saya itu yang berjudul Fatherhood, belum lama ini diuploadnya kok kamu bisa scroll dari episode-episode terakhir. Mas Erix bercerita anak sulungnya yang masih menginjak awal SD mengumpat atau misuh saat dia dan teman-temannya ceritanya sing a long lagu Soekamti Day yang versi master live recordnya memang ada pisuhan dari salah satu crew Endank Soekamti. Menariknya adalah, umpatan ini sebenarnya tidak berarti lebih dari nama jenis hewan, cuma karena aplikasinya dalam hal hal tertentu jadi kasar sekali. Supaya tidak menjadi rancu mari kita sebut saja umpatan  atau pisuhan ini asu.

Nah di video tersebut Mas Erix beropini tentang bagaimana sih sebaiknya reaksimu sebagai orang tua ketika anakmu mengumpat untuk pertama kalinya. Saya tidak ingin menulis soal ini, saya belom pengalaman jadi bapak e hehe monggo lihat sendiri saja, saya kepingin nulis soal Asu dan Jogja.

Salah satu kebahagiaan saya kalau pulang kampung itu adalah bisa misuh atau mengumpat dengan bahagia. Rasa-rasanya kalau pas pulang terus main dengan teman-teman terus nggak pakai misuh itu kok rasanya kayak belum pulang. Di Jogja entah mengapa, atau ini hanya terjadi di pergaulan saya saja, rasanya misuh kata-kata seperti asu itu tidak jadi terlalu saru atau tabu. Tentu saja ini bukan hal yang baik juga, dan bukan kebanggaan juga. Saya cuma merasa saya akan merasa lebih homy ketika saya bisa chill out dengan teman-teman saya, bercanda membahas sesuatu hal dan mengumpat dengan luwes dan penuh gelak tawa. Rasa-rasanya dalam konteks hal tertentu misuh itu jadi penanda suatu keceriaan dengan sahabat atau orang-orang terdekat. Indikatornya kalau saya tidak terlalu akrab dengan seseorang saya mungkin tidak akan menggunakan kata-kata pelengkap tersebut, tapi kalau dengan teman terdekat, akrab dan kental tentunya kalimat-kalimat yang akan kalian dengar sebagai berikut :

” Woi buajingan nengdi wae dab hahaha pie kabare?”
“Hahaha buajingan mulah mulih wae cok, aku lagi bar rampungan skripsi iki lho , asu og angel tenan celeng”

“Asulah , kudu Tumini sek iki nyuk !”

Tentunya kalau belum terbiasa bakal ngelus dada sambil mlipir pelan-pelan, tetapi yang sudah  tahu pasti tahu kalau itu tanda ungkapan kasih sayang kawan akrab.

Semenjak saya merantau ke Jakarta saya menemukan banyak kosa kata umpatan lainnya, tetapi saya tidak pernah bisa ngefeel gitu sama kosa kata tersebut, yang ada akhirnya saya jarang sekali menggunakan kosa kata tersebut, kata-kata seperti anjing, anjir, anjrit or whatever they used rasa-rasanya kok fana gitu, kurang luwes dan terkesan kurang kasar atau terlalu kasar haha. Akhirnya kebahagiaan selalu timbul ketika saya bisa bertemu dengan kawan lama dari Jogja di Jakarta atau kenalan baru dari Jogja yang bisa connected dengan gaya obrolan berbumbu pisuhan. Sebagai tambahan , teman-teman dari Jawa Timur yang saya kenal kebanyakan punya gaya obrolan dan bercandaan yang sama.

Bahagia itu kadang sederhana, sesederhana bisa misuh bareng dengan luwes, suog!

#nowplaying DOM 65- Klub SA

 

 

Misuh

Srawung = Nabung

” Nama AkberJogja kan udah besar dan sudah cukup dikenal bahkan jadi idola kota lain, ngapain sih harus repot ikutan buka stand segala?”

Begitulah kira-kira kalimat yang terkirim dari salah seorang volunteer AkberJogja dalam sebuah percakapan di grup whatsapp tempat kami para volunteer saling bertukar pikiran, malam itu kami sedang membicarakan persiapan komunitas kami membuka stand di sebuah pagelaran pameran kreatif bertajuk “Creative Days No. 3” di UGM pekan lalu, kebetulan kami setiap tahun memang diundang sebagai bagian dari komunitas kreatif Yogyakarta.

Membaca kalimat tersebut rasa-rasanya saya gatal untuk menimpali banyak, namun karena sudah tertimpa banyak tanggapan saya hanya menyampaikan inti dari tanggapan saya tanpa memberi gambaran lebih dalam, sejak hari itu saya membuat janji kepada diri sendiri untuk membuat tulisan soal ini. Sambil menyelesaikan download bokep tugas kuliah online, saya merasa cukup selo untuk menulis, mumpung internetnya banter. 

Pertanyaan pertama yang saya tanyakan ke diri sendiri adalah, bagaimana bisa kalimat tersebut muncul? Muncul dari seorang volunteer yang bahkan pernah membangun komunitas yang sama di kota asalnya, ada sesuatu yang hilangkah?

Saya berasumsi ada sebuah nilai tambah yang hilang dari komunitas yang sudah dua tahun saya tinggalkan secara aktif, kalaupun saya salah, setidaknya saya ingin menguatkan ini kembali.

Salah satu privilege kami sebagai volunteer AkberJogja adalah kemampuan untuk srawung dengan semua stakeholders komunitas dengan mudah, saya tidak suka menyebutnya networking , kayaknya terlalu kemenggres gitu dan terkesan susah dilakukan karena harus macak profesional gitu kedengarannya. Stakeholders disini adalah semua pihak yang sedikit banyak besinggungan dengan AkberJogja, entah itu guru, pemilik tempat, komunitas lain ataupun masyarakat. Kota Yogyakarta adalah tempat srawung paling nikmat seantero negeri, karena basisnya kami ini masyarakat yang sangat tidak antisosial , srawung adalah kebutuhan, setidaknya itulah yang saya rasakan dan rasanya tidak perlu dijelaskan.

Oke, hubungannya dengan buka stand dan srawung apa?

Menurut saya, sebesar apapun komunitasnya tapi kalau tidak membesarkan tiap individu di dalamnya maka sama saja pepesan kosong. Repotnya adalah mispersepsi bahwa dengan mengikuti komunitas yang besar, sendirinya tiap individu akan berkembang. Buat saya, mengembangkan diri sendiri itu tanggung jawab setiap individu dan bukan kewajiban komunitas. Namun, perlu digarisbawahi, tempat yang baik akan memudahkan anda berkembang lebih baik. Kemudahan ini bisa didapatkan dalam banyak bentuk, bagi AkberJogja kemudahan ini berbentuk kemudahan untuk srawung dengan orang-orang yang bahkan mungkin tidak berani anda srawungi jika anda tidak berlabel “volunteer AkberJogja”. Ini adalah sebuah added value dari komunitas semacam Akademi Berbagi.

Membuka stand pameran, srawung secara offline dalam bentuk apapun dengan orang banyak yang mungkin tidak pernah bayangkan se-owsom itu adalah sebuah tabungan yang baik. Inilah mengapa saya memberi judul tulisan sok tahu ini “Srawung = Nabung”

Emang nabung nanti bakal dapat apa?

Baiklah, saya sedikit sharing tentang beberapa tabungan saya yang sudah saya nikmati bunganya, baru bunganya belum tabungannya. Buat yang belum tahu, saya ini adalah seorang MOKONDO sejati, alias Modal Konco Doang. Saya hanyalah bekas mahasiswa diploma, tanpa kemampuan yang spektakuler. Alhamdulillah, AkberJogja mempertemukan saya dengan beberapa orang owsom yang setelah saya srawungi, jadi tabungan yang bermanfaat sekali buat petualangan hidup saya.

Siapa yang nyangka, srawung saya dengan seorang Mas Tani Sanjaya, yang awalnya hanya berniat minta ijin Grha Telkomsel Jogja untuk kelas, kemudian menjadikan beliau jadi mantan bos saya di sebuah proyek untuk produk Telkomsel? Srawung saya dengan Mas Tani kemudian memudahkan saya mengajukan proposal sponsorship untuk acara besutan saya dan teman-teman di kampus. Tidak cukup hanya itu, saya kemudian beruntung ditawari terlibat sebuah proyek branding produk Telkomsel yang bahkan membuat saya berkesempatan mendadak pitching ide di depan VP Telkomsel Area Jateng, kesempatan yang sangat langka buat saya.

Siapa yang nyangka, srawung saya dengan Mbak Ike Agustina, guru sekaligus teman volunteer tersayang kami, membuat saya sedikit banyak terbantu dalam hal kelancaran interview untuk semua pekerjaan kantoran saya? Mbak Ike kebetulan memang dosen psikologi dengan pengalaman sebagai recruiter, jadi soal recruitment pekerjaan saya berguru pada beliau. Bahkan to be honest, final interview saya dengan CEO kantor saya sekarang sangat terbantu oleh privat tentor Mbak Ike.

Siapa yang nyangka, srawung saya dengan Mas Imam Subchan, membuat saya belajar banyak pada beliau. Saya tergolong cukup sering nginthil Mas Imam setiap ada kesempatan, karena saya pasti diajari hal baru. Soal bisnis, kehidupan, percintaan bahkan soal pekerjaan kantor yang cuma berakhir dengan saya yang dicengin pun sering tertanyakan ke mentor saya ini.

Tanpa bermaksud menyombongan hal yang remeh temeh, saya hanya berusaha menguatkan added value dari komunitas ini. Menurut saya, kegiatan di akademi berbagi kita tidak akan terlalu lama, anda akan semakin sibuk kemudian semakin menjauh dan digantikan orang lain, tapi tabungan hasil srawung anda tetap akan berkembang dan bisa anda manfaatkan kapan saja, asal anda tahu bagaimana menggunakannya.

Srawung = Nabung

チル

Sedikit jagoan-jagoan saya dari Jepang yang ena didengerin sebelum bobo’ dan sambil ena-ena lainnya

Here we go..

Cero

Band ini mengaku beraliran “contemporary exotica rock orchestra” , cukup rumit tapi kenyataannya kita bakal mendengar tone-tone jazzy, RnB , fusion yang sangat easy listening dan bikin nagih karena ena. Tak serumit nama genrenya, Cero nikmat banget didengarkan di ujung hari setelah lelah beraktivitas

Favorit saya : “orphans”

The Fin

Band asal kobe ini terdengar sedikit mirip dengan M83 atau Phoenix. Pokonya ena, karena banyak sentuhan electro dan string gitar yang nikmat. Pokonya ena, percaya sajalah.

Favorit saya : “night time”

おやすみなさい

チル

High School Anthem Songs

Karena kesepian dan rindu rumah yang tidak bisa dideskripsikan karena cuma ngisin-ngisini , saya malam ini cukup iseng untuk membuka laman blog saya jaman masih berseragam sekolah. Tidak perlu dijelaskan lagi saya cukup terhibur membaca cuplikan diri saya sekitar 5-7 tahun silam dengan sedikit tertawa, sedikit geli, beberapa kali mual sampai hampir muntah dan banyak KSBB alias “Kelingan Sing Bajing-Bajing Biyen-Biyen”. Kalau kata mbak Raisa yang owsom nan ngesoul itu, ini termasuk Terjebak Nostalgia-lah. Salah satu hal yang menurut saya agak “mbaper” adalah menikmati lagu-lagu dari unit indie lokal kesukaan saya jaman itu. Saya termasuk orang yang loyal dalam babagan playlist lagu kesukaan, bahkan playlist lagu di handphone tiongkok saya mungkin bisa nggak ganti-ganti sampe tahunan. Untuk urusan ini saya memang garis keras bung!

Langsung aja inilah beberapa anthem saya waktu sekolah, sikat jon! 

The Adams – Hanya Kau

Untuk saya yang memulai fase remaja dengan suasana indies yang kental di Yogyakarta terutama saat itu, mengenal band ini termasuk sangat mudah. Saya mengenal The Adams sejak SMP lewat MTV yang masih owsom saat itu dan salah satu film favorit yang sudah saya tonton belasan kali “Janji Joni”. Tembang-tembang andalan sebut saja Waiting dan Konservatif mungkin sering sekali saya putar di hari-hari saya, tapi tembang yang satu ini menurut saya yang paling spesial. Lirik yang sederhana, tidak terlalu puitis tapi cukup manis terduga cukup jitu untuk melelehkan gadis-gadis berponi dan bercardigan warna-warni khas remaja sekolah putri saat itu. Buat saya, lagu ini tidak teruji jitu untuk melelehkan hati siapapun saat itu, tapi entah kenapa selalu ada di dalam playlist saya setiap saya sedang ngampet tresna , walopun akhirnya yah gitu deh, kawus booos! hahaha

Bayangkan, sore-sore, sepedahan atau sedang naik motor di Jogja, sambil dengerin lagu ini. Dijamin anda bakal berasa sedang dalam sebuah film yang menyenangkan.

Seringai-Berhenti di 15

Tidak bisa dipungkiri, generasi saya adalah generasi awal serigala militia junior, generasi yang paling loyal dengan tumbuh besar band ini. Band ini bukan band lama, ini band baru yang diisi orang-orang lama. Saya tidak pernah tumbuh besar sebagai metalhead sejati walopun skena itu populer saat itu, saya lebih menyukai stone/southern rock. Pengaruh Motorhead, Majalah Rolling Stone Indonesia yang terlalu sering mengulas band ini, merchandise yang keren dan musik yang bagus adalah racikan yang pas untuk membuat serigala serigala militia kecil macam saya waktu itu. Menyaksikan Arian berkhutbah di altar panggung merupakan sebuah ibadah yang menyenangkan bagi kami, berkeringat dan meluapkan emosi kami yang overloaded. Lagu ini adalah representasi sebuah statement, panduan hidup bagi anak-anak seperti kami untuk meninggalkan keteraturan dan dogma dalam menjalani hidup “normal” setelah berusia 15 tahun dan mulai mengejar apa yang ingin kami kejar. Terdengar sangat utopis, tapi memang paten kan? Jenius.

Pure Saturday-Spoken

Pure Saturday! Bagaimana bisa tidak jika soal band ini. Mereka ada dan besar jauh sebelum saya mengenal mereka. Pertemuan pertama saya dengan Pure Saturday terjadi ketika saya SMA, saya tadinya tidaklah menaruh sedikit atensi berlebih untuk band ini. Seorang teman yang sedang gandrung dengan pop-pop inggris memberikan saran untuk mendengarkan track ini. Jalinan kasih dengan band terjadi ketika saya sedang kesengsem dengan seseorang, malam hari sambil sedikit senyum-senyum sendiri menatap perbincangan di layar handphone, telinga saya terpaut dengan lirik di lagu ini. Liriknya jelas sangat utopis, membuat kita ngawang-ngawang tapi manis sekali. Entah mengapa saya selalu menganggap semua lagu Pure Saturday itu hanya cocok di sudut pandang seorang lelaki, karena musik dan liriknya yang memang ….ah sudahlah. Sejak saat itu hati saya milik band ini, bahkan mungkin untuk beberapa teman-teman saya yang lain. Coba selalu selipkan track ini dan satu lagu berjudul “desire” di handphone kalian, kali aja mendadak jatuh cinta di jalan jadi punya bahan rungon-rungon yang pas!

A word can hold the secret of the universe

and silence is the hardest thing for us to unveil

together we’ll reach happiness

part the ocean and through the sky

but silence is the hardest thing for us to unveil

Pee Wee Gaskins – You Throw The Party We Get The Girls

Terlepas dari segala bentuk cinta dan benci penuh drama oleh penggemar ataupun pembenci band ini, tidak bisa dipungkiri mereka adalah salah satu band yang menurut saya “Jaman SMA Gue Banget” terutama di awal saya masuk SMA. Saya memang selalu menaruh musik pop-punk di ruang khusus dalam hidup saya, karena tidak bisa dipungkiri saya tumbuh dewasa dengan mendengarkan genre ini. Sebut saja New Found Glory, Rufio, Sum41 hingga sekarang ManOverBoard hingga Neck Deep atau State Champs. Berbeda dengan Rocket Rockers yang saya dengarkan sejak SMP, Pee Wee Gaskins dan EP Stories From Our Highschool Years punya warna tersendiri di masa SMA saya. Band ini terlepas dari segala kontroversinya sempat mampu menjadi sebuah culture statement bagi anak muda di sekitar saya. Topi dengan Cap terjungkit ke atas, kacamata Rayban dengan selotip di tengahnya ala Dochi Sadega, Rambut gondrong poni lempar ala Sansan, Sepatu Macbeth Pegassus, Hoodie dengan pattern-pattern lucu, Kaus-kaus bergambar Elmo, atau tiba-tiba semua potongan gadis-gadis lucu di sekolahmu jadi seragam? Tidak usah mengelak, di jaman itu hal tersebut cukup hyped di seantero kota-kota besar dan menjadi sebuah fashion statement bagi para so-called-hipsters. Lagu ini juga merupakan lagu yang menurut saya fenomenal karena asyik sekali ketika pertama kali didengar, penuh dengan kebahagiaan-kebahagiaan duniawi ala remaja-remaja jakarta selatan, dan beat yang cepat berhiaskan tulit-tulit dari sebuah synth. Berterimakasihlah pada media sosial bernama MySpace yang mempertemukan kita dengan era keemasan ini.

Jadi lagu indie lokal apa saja yang jadi kesukaanmu waktu SMA ?

High School Anthem Songs

EFEK RUMAH KACA – PASAR BISA DICIPTAKAN, SETELAH SEKIAN LAMA

Kami mau yang lebih indah

Bukan hanya remah-remah sepah

Sudahlah

Kami hanya akan mencipta

Segala apa yang kami cinta

Bahagia

Pagi ini saya terbangun dan langsung membuka laptop, iseng-iseng saya menonton film yang sudah lama tidak saya tonton, Almost Famous. Film yang menceritakan seorang William Miller, bocah berusia 15 tahun di era 70an dengan obsesi besar soal jurnalisme musik, yang kemudian membawanya disewa Majalah Rolling Stone untuk menuliskan kisah band bernama StillWater dengan segala dinamikanya. Selesai menonton film saya kemudian mendengarkan lagu yang bait-bait awalnya saya kutip di atas. Ya, ini adalah cuplikan bait dari lirik lagu baru Efek Rumah Kaca yang bertajuk Pasar Bisa Diciptakan. Sebagai informasi, lagu ini secara resmi dapat didengarkan lewat radio seluruh indonesia mulai Jumat kemarin. Tidak tahan kalau hanya mendengar plus euforia sehabis menonton kisah seorang William Miller, saya ingin mencoba membuat ulasan sederhana mengenai lagu baru dari idola saya ini.


3-Fakta-Single-Baru-Efek-Rumah-Kaca-Pasar-Bisa-Diciptakan_haibaru650x341

Untuk semua penggemar band ini, keluarnya lagu ini seperti sebuah teh manis hangat di kala waktu berbuka puasa, hal yang sederhana namun paling nikmat setelah seharian kehausan. Seperti itulah rasanya ketika single ini keluar, mengobati kerinduan panjang para penggemarnya. Band ini memang sudah lama vakum, terhitung mungkin sejak satu setengah tahun yang lalu. Sang basis, Adrian yang sedang sakit mengharuskan dirinya untuk menggantung bass sementara dan beristirahat, Cholil sendiri sedang disibukkan dengan study Art and Politic di New York University sehingga mengharuskan dirinya pergi meninggalkan Indonesia. Menunggu waktu yang tepat, Akbar sang drummer pun memang bertekad membangkitkan grup mereka. Kini dengan kembalinya Cholil ke tanah air setelah menyelesaikan study, Akbar dan Cholil kembali membangunkan tidur panjang Efek Rumah Kaca.

Mendengarkan single baru ini seperti mengembalikan romansa saya ketika awal-awal mengenal mereka saat SMA. Layer-layer gitar yang membahana dan kering, mengingatkan kita pada lagu Jalang di album self-titled. Tabuhan drum yang dominan, bak sebuah genderang perang, pengiring kata-kata penuh sarkasme, galak nan lugas dari mulut Cholil sepanjang 3:44 menit. Ditambah suara dari sang vokal yang khas itu, lirik-lirik penuh sindiran yang sarat makna namun mudah tersampaikan itu tersaji dengan mantap. Emosi saya ikut mengalir, rasa marah dan jengah yang ikut kita rasakan, mirip saat kita mendengar karya lain seperti Mosi Tidak Percaya misalnya. Tak perlu banyak waktu, saya pun ikut bernyanyi dan berimajinasi sedang dalam keriuhan yang khusyuk bersama mereka.

Soal subtansi dari lagu ini tak perlu dipertanyakan lagi karena cukup tersampaikan dengan jelas. Band ini memang selalu berusaha jujur dalam setiap karyanya. Apa yang mereka tulis adalah apa yang mereka lihat, juga yang kita lihat namun jarang kita sampaikan. Seakan mereka ingin menyadarkan kita bahwa banyak hal yang harusnya lebih terlihat dari apa yang media populer perlihatkan. Karya-karya pedas seperti Di Udara, Jatuh Cinta itu Biasa Saja, Cinta Melulu dan Melankolia adalah contoh bagaimana mereka berusaha menyadarkan kita dari mabuk-mabuk yang tak perlu. Dalam single ini, mereka menyindir keras soal industri musik yang banal dan paradigmanya, tidak mengherankan karena memang lagu ini tercipta di tahun yang sama album pertama terbuat namun saya rasa masih relevan.

Sebagai tambahan informasi, menurut apa yang saya baca di official website mereka, Pasar Bisa Diciptakan dirilis bersamaan dengan single Biru. Biru sendiri terbagi menjadi dua fragmen, fragmen pertama adalah paruh lagu pertama berjudul “Pasar Bisa Diciptakan” yang kita dapat dengar sekarang dengan format radio edit, sedangkan fragmen kedua berjudul “Cipta Bisa Dipasarkan” di paruh lagu terakhir. Jenius, bukan?

Ah! Kita nantikan saja album ini segera rilis dan saya menyarankan untuk membeli rilisan fisiknya karena saya rasa ini terlalu berharga jika kita bajak. Kalau kalian cukup beruntung ada di Jakarta hari ini, kalian bisa menyaksikan mereka live hari ini di JakCloth Lebaran. Selamat Umroh!

Saya mendapatkan versi radio editnya sudah muncul di Youtube tapi bukan official, silahkan menyimak namun saya tidak menyarankan untuk download, sebaiknya kita beli rilisan fisiknya saja. Terlalu berharga bosque!

EFEK RUMAH KACA – PASAR BISA DICIPTAKAN, SETELAH SEKIAN LAMA